RUMAH TAK BERDINDING

CERITA PENDEK akan memberikan cerita karya anak bangsa berjudul “RUMAH TAK BERDINDING” tanpa banyak basa basi lagi anda bisa langsung membacanya di bawah ini :

RUMAH TAK BERDINDING

Malam minggu itu, bulan bersinar terang, cahaya di bawah pohon rimbun tampak remang-remang. Suara jangkrik seakan ikut bernyanyi menikmati suasana malam itu. Di atas bale-bale depan rumah, aku, ayah, ibu dan kedua adikku berkumpul. Ditemani secangkir teh hangat dan kue buatan ibu, kami bersenda gurau menikmati indahnya malam.
“kalau kalian besar, mau jadi apa?” Tanya ayah kepada kami bersaudara. “aku mau jadi tentara, Yah !!” jawab adikku yang pertama. “aku mau jadi dokter!” sambung adikku yang paling bungsu sambil memasukkan kue ke dalam mulutnya yang belepotan. “hahaha iya amin.. kamu indah?” Tanya ayah mengarah padaku. “aku mau bahagiain ayah sama ibu” jawabku dengan senyuman. “iya sayang..kami sayang padamu, nak” ujar ibu sambil mengelus rambutku. Malam itu benar-benar aku merasakan kebahagiaan yang begitu hangat dari keluarga. Dingin malam semakin menusuk kulit kami, ibu langsung mengajak kami masuk ke dalam rumah. Aku melihat ayah dan ibu membereskan bale-bale¬ di teras rumah. Melihat mereka sepertinya akan terasa seperti itu selamanya.
Keesokan harinya..
Seperti biasanya, hari senin sampai sabtu aku dan adikku bersekolah, ayah dan ibu bekerja di kantor. Aku kelas 6 SD sekarang. Adikku kelas 5 dan 4. Ayah yang mengantar kami ke sekolah. Setiap hari dan setiap pagi.
“nak, ayo cepat berangkat!” terdengar suara ayah memanggil dari luar.
“iya ayah!!” serentak kami bertiga.
Di luar, ayah berdiri dengan baju polisi di samping motor vespa berwarna biru gelap miliknya. Ayah tersenyum kepada kami. Lalu kami berlari ke motor ayah.
“Ayah! Ayo cepat, nanti terlambat loh” ucap adik bungsuku yang sudah berada di bagian depan.
“Siap komandan!!” ledek ayah kepada adikku itu. Aku dan adikku yang satu, tertawa mendengar ocehan ayah. Kami pun berangkat ke sekolah. Setibanya di sekolah, tak lupa kami mencium tangan ayah sebagai tanda pamit untuk sekolah.
Ayah berkata “belajar yang rajin yah, Nak!” lalu memasang helm di kepalanya.
“iya ayah, pasti!” ucapku pada ayah sambil memasang wajah polos.
“ayah pergi dulu. Assalamualaikum..” lalu ayah berlalu dari kami.
Kami lalu bergegas masuk ke sekolah melewati gerbang merah tua itu. Hingga pukul 12.30 siang kami belajar di sekolah. Hari itu benar-benar cuaca sangat panas. Hampir seluruh tubuhku diguyur keringat. Rasanya ingin cepat-cepat pulang dan makan makanan buatan ibu.
“Indah! Pulang bareng yuk ?” ajak temanku.
“iya deh.” Ucapku dengan nada rendah. Di perjalanan menuju pulang ke rumah, kepalaku terasa sangat sakit. Gerah rasanya tubuhku disiram panasnya matahari yang begitu menyengat. Setelah berada di depan rumah temanku, ia lalu mengajakku untuk mampir sebentar, tapi aku menolak. Karena perutku sudah sangat lapar, aku lalu pulang ke rumah. Setibanya di rumah, ternyata adik-adikku sudah tiba duluan. Ibu melihatku dengan wajah cemas dan bertanya
“Kamu kenapa, nak? Sakit? Minum obat yah sayang..” dengan nada lembut ibu membukakan bajuku yang sudah basah penuh keringat. Lalu membawakanku makanan. Segera aku santap makanan itu sampai ludes tidak tersisa. Ibu memang wanita yang sangat penyayang. Aku tersanjung jika melihat ibu mengurus keluarga. Tiba-tiba terdengar suara dari luar…
“Assalamualaikum…!!” itu adalah suara ayah yang baru pulang dari kantor. Nampak ayah sangat kelelahan. Aku langsung menghampirinya dan bertanya
“ayah kenapa?” tanyaku sambil melihati wajah ayah.
Ayah berkata “ngga apa-apa, nak” sambil tersenyum padaku.
“oh..” ujarku. Saat ingin kembali ke kamar, aku melihat ayah dan ibu sedang serius membicarakan sesuatu. Aku langsung mengintip di balik tirai.
“Bulan depan, ayah harus pindah tugas ke pulau. Ayah mungkin akan cukup lama disana…”ucap ayah kepada Ibu.
“jadi ayah akan meninggalkan kami ?” Tanya ibu dengan wajah cemas.
Sambil memegang tangan ibu, ayah lalu berkata “ayah tidak mungkin meninggalkan ibu dan anak-anak, tapi ayah harus menjalankan tugas ini. Ayah janji akan pulang segera setelah tugas ayah selesai.”
“baiklah kalau memang sudah tanggung jawab ayah begitu” lalu mereka tersenyum. Aku yang melihat di balik tirai hijau itu lalu terkejut mendengar bahwa ayah akan segera dipindah tugaskan dari kantornya ke pulau. Tiba-tiba adikku mengagetkan dari belakang.
“duarrrrr!!!” seru adik-adikku. Aku yang tengah serius memperhatikan ayah dan ibu tiba-tiba terkejut. Rasanya jantungku mau copot. Aku spontan saja memarahi mereka berdua.
“Kalian !!” mendengar kami rebut, ayah dan ibu memanggil kami bertiga, tapi bukannya menemui mereka, malah kami lari terbirit-birit ke kamar masing-masing. Mereka tertawa melihat tingkah kami.
Besoknya, kami sekeluarga berkumpul di ruang tengah. Entah karena apa tiba-tiba saja ayah menyuruh kami untuk berkumpul. Mungkin soal kepindahan ayah yang ingin ayah beliau bahas, pikirku. “Ayah akan pindah tugas ke pulau, ayah harap kalian mau mengerti..”ucap ayah membuka pembicaraan. Sambil mengunyah apel yang disiapkan ibu tadi, aku langsung bertanya
“kenapa ayah mau pindah?”
“ini tugas yang diberikan kantor ayah. Jadi ayah harus memenuhi tugas ayah, Nak” ucap ayah yang duduk di depan kami.
“kapan ayah pulang?” Tanya adikku yang duduk disamping kananku.
“ayah belum tau, nanti ayah pasti akan terus kabari keadaan ayah disana, ok?” sambil mengacungkan jempol ayah tersenyum.
“SIAP PAK!! Hahaha…” kami tertawa lepas saat itu. Kamipun merasa tidak cemas karena ayah akan terus memberi kabar kepada kami. Jadi, sejauh apapun ayah, kami akan selalu bersikap untuk tetap tenang.
6 bulan berlalu… ayah masih berada di pulau. Sudah sebulan ayah tidak pernah memberi kabar lagi. Bukan hanya ibu yang cemas, tapi kami bersaudara pun ikut khawatir akan keadaan ayah. Sekarang ayah sulit untuk dihubungi. Nomor ponselnya tidak pernah aktif. Sampai seminggu kemudian, Ayah pulang….
“Ayah !!!” seru adikku yang bungsu. Aku yang sedang mengerjakan tugas sekolah langsung melompat dari atas tempat tidur dan berlari menuju ruang tamu.
“ayah sudah pulang?” tanyaku dengan wajah yang merona bahagia.
“iya sayang..” jawab ayah lalu memelukku dengan rasa penuh kerinduan. Dari atas lantai dua rumah muncul adikku yang pertama dengan raut wajah penuh gembira menyambut kedatangan ayah siang itu. Ayah lalu memeluk kami bertiga.
“Ayah, makan yuk ! ibu sudah masak makanan kesukaan ayah loh” seru adikku yang pertama.
“ayo !” ajak ayah dengan menggendong kami bertiga. Kalau berada di dekat ayah, kami memang di manjakan seperti anak kecil. Itulah yang membuat kami selalu rindu akan kasih sayangnya. Di meja makan, sudah tersaji ayam bakar lengkap dengan sambal gorengnya, dan ikan bakar kesukaan ayah.
“Waahh.. mantap ini !! happ !!” seru adikku yang bungsu sambil menyodorkan potongan paha ayam masuk ke mulutnya yang dari tadi terbuka lebar. Ayah yang duduk pas di depan kami lalu mengambil ikan bakar dan diletakkan di piringnya. Aku yang melihat ayah dan adikku asyik dengan piringnya masing-masing, tidak ingin kalah. Aku lalu menyambar ikan dan ayam yang tinggal tersisa satu di piringnya. Sambil tertawa, aku langsung menyantap makanan yang ada di piringku. Ibu yang sedari tadi memandang kami berempat hanya tertawa kecil sambil meneguk sedikit demi sedikit air es di gelasnya.
Makan siang di hari itu sangat berharga untukku, karena sudah sekian lama aku menantikan saat-saat kebersamaan itu lagi. Kebersamaan yang mungkin tak akan pernah terulang kembali lagi, siapa yang menyangka bahwa kebahagiaan itu bisa bertahan lama. Tidak lama ayah meninggalkan kami lagi untuk kembali bertugas di pulau, sudah terdengar kabar yang begitu membuat perasaan ibu terkoyak.
Kulihat ibu sedang menangis di dalam kamar. Karena aku khawatir, aku langsung menghampirinya.
“Ibu kenapa menangis?” tanyaku dengan wajah yang penuh tanda Tanya
“tidak apa-apa sayang…” jawab ibu lalu mengusap air matanya
Tiba-tiba ibu memelukku, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis tanpa sebab. Apakah aku juga merasakan apa yang dirasakannya sekarang ?. tatapanku hanya tertuju di jendela berkusen hijau itu. Memandang keluar menembus batas kaca bening yang terselip. Tak ada yang mampu kulakukan saat itu.
Keesokan harinya aku terbangun dengan mata yang bengkak mungkin itu karena air mataku yang tak pernah berhenti untuk mengalir semalaman. Aku bergegas membasuh muka. Di dalam kamar mandi, aku mendengar ibu sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Karena penasaran, aku mendengar di balik pintu kamar mandi.
“saya tidak tau mau apa lagi, kalau memang itu yang dia inginkan, baik, kami akan cerai..” ucap ibu dengan nada lirih di bibirnya. Aku yang menguping sedari tadi di balik pintu hijau itu terkejut bukan main..
“APA?? Cerai ?? apa maksud perkataan Ibu?” tanyaku heran dalam hati. Aku lalu tersungkur lemas di atas sofa yang ada di depan kamar ibu. Pikiranku saat itu hanya tentang ucapan ibu tadi. Cerai ? cerai ? apakah ayah dan ibu akan bercerai ? Kenapa? Tanyaku. Sambil terbaring di atas sofa, aku menatap langit-langit rumah yang dipinggirnya diselimuti sarang laba-laba yang tipis.
“Apa maksud kamu ?!!” teriak ayah dari balik pintu kamar
“Kamu selingkuh !! Jadi selama ini kamu pindah tugas itu karena perempuan lain ???!!” sentak ibu hampir menangis
“itu bukan urusanmu !!” jawab ayah dengan nada yang tinggi.
Aku yang mendengar mereka berkelahi, terkejut. Tidak bisa berkata apa-apa. Aku lari masuk ke kamar dan mehempaskan tubuhku ke atas tempat tidur. Aku menangis, apa yang terjadi? Kenapa ayah dan ibu bertengkar seperti itu. Selingkuh? Ayah selingkuh.. aku tidak menyangka hal itu bisa terjadi padahal ayah yang seperti aku bayangkan sebelumnya, dia bukan orang seperti itu. Begitu kejamnya ayah sampai menduakan ibu, dan melupakan kami terlintas di pikiranku saat itu.
Kudengar ayah dan ibu masih bertengkar. Aku tidak tau harus melakukan apa. Yang ada di pikiranku saat itu hanya pertanyaan siapa wanita yang telah merusak keluarga kami.
Gdebukkkk !! terdengar duara pintu yang dihempas keras. Aku berlari keluar kamar. Ayah membawa koper besar berwarna hitam. Ibu yang menangis di dalam kamar hanya bisa duduk dalam kepasrahan. Adikku berusaha mencegah ayah untuk pergo, tapi ayah hanya memberikan pelukan dan cium untuk mereka lalu ayah pergi. Aku tidak sanggup melihat ini semua, aku ingin berlari tapi rasanya kaki ini membatu. Aku ingin menangis sekeras-kerasnya tapi air mata ini kering.
Aku menghampiri ibu dan memeluknya sambil berkata
“Sudahlah Ibu, semua ada hikmahnya…” ucapku dengan nada lirih.
“Tapi, ibu sudah menahan sakit ini selama bertahun-tahun sayang.. ayahmu sering seperti ini saat kamu masih dalam kandungan. Ibu sakit.. ibu tidak bisa lagi bertahan dengan ayahmu..” ujar ibu terisak dalam tangisannya.
Aku hanya bisa memeluk ibu, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Seolah membungkam bibirku ini untuk berkata.
“Semoga ayahmu mendapatkan karma dari semua ini !” ucap ibu. Aku tahu, ibu sangat marah atas apa yang telah ayah lakukan. Seharusnya aku menyadari dari awal. Ayah sangat berubah ketika dipindah tugaskan ke daerah pulau. Ayah semakin jarang berada di rumah, ayah semakin jauh dengan ibu, aku dan saudaraku. Itu pertanda bahwa telah ada wanita lain yang merebut hati ayah, sampai ayah seperti itu.
Tiga tahun berlalu…
Sudah setahun ayah pergi. Entah dimana ia sekarang, apakah dia telah bersama dengan wanita sialan itu?. Mungkinkah ayah sudah lebih bahagia dengan wanita jalang itu? Pertanyaan ini masih terus membayangiku. Tak pernah terbesit dalam benakku bahwa sekarang aku layaknya seorang anak yatim. Tanpa kasih sayang seorang ayah di sampingku.
Betul-betul kurasakan kerinduan yang mendalam sekarang, di masa remajaku ini, aku sangat membutuhkan figur seorang ayah. Aku ingin ada kasih sayang seorang ayah yang membantuku dalam meraih semua impianku. Tiga tahun tidak hidup dengan ayah merupakan hal terburuk yang pernah aku rasakan. Melihat teman-temanku yang bahagia dengan keluarganya yang lengkap, rasany ingin seperti mereka juga. Tapi semua itu kini hanya tinggal harapan yang menjadi kenangan.
“Jangan pernah pergi menemui ayahmu lagi !” ucap ibu padaku suatu hari. Aku tahu bagaimana perasaan ibu yang terkhianati oleh wanita lain yang menggantikan dirinya di hati ayah.
“Tapi Ibu, biar bagaimanapun dia tetap ayahku..” ujarku dengan nada melas.
“Tidak ! Dia bukan ayahmu lagi ! biarkan saja dia mati. Itu semua adalah balasan bagi dosa yang telah dia perbuat.” Sentak ibu.
Anak mana yang tidak merindukan ayahnya jika telah bertahun-tahun tidak bertemu dan bersama lagi ? anak mana yang tidak ingin disayangi dan dikasihi oleh ayahnya? Sungguh kepedihan hati ini tidak pernah berakhir.
Kehidupan keluargaku bagai rumah tak berdinding, tanpa seorang figur pemimpin yang menjaga kokohnya kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Rumah ini seakan mau roboh diterjang angin yang tak henti-hentinya datang merombak atap. Tapi bukankah ini adalah sebuah cobaan dari Tuhan? Inilah perjalanan kehidupan yang harus kami lalui bersama. Meskipun dalam hasrat, kerinduan semakin membara dan hati kian meronta-ronta.
Aku duduk di atas tembikar tua ini sambil memutar memori tentang masa lalu yang begitu indah, namun telah sirna ditelan waktu dan tak bisa terulang lagi. Kemana semua kebahagiaan itu pergi? Mengapa tak pernah kembali lagi? Apakah rumah ini hanya akan menjadi saksi bisu kisah sedih dan bahagia yang pernah kami lewati? Sebuah tape berwarna perak tua di sudut kamar yang berbunyi, terdengar sebuah lagu kenangan yang tak asing terdengar di telingaku.. Yah… lagu itu adalah lagu kesukaanku dan ayah.. sebuah lagu tahun 90-an dari Broery Marantika..Dalam hati, ku ikut bernyanyi…
Untuk.. ayah tercinta.. aku ingin bernyanyi
Walau air mata di pipiku..
Ayah.. dengarkanlah.. aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi…
Kumenatap setiap sudut rumah ini. Catnya sudah pudar. Atapnya sudah bocor, jendelanya sudah usang. Tak nampak lagi dindingya yang kokoh seperti 16 tahun yang lalu

Begitulah cerita pendek RUMAH TAK BERDINDING apakah anda menikamtinya? Jika ia kami berharap anda bisa mengajak teman anda untuk berkunjung di situs ini ya. Terima Kasih.

Anda bisa berkunjung ke CERPEN KISAH NYATA untuk menyaksikan updatetan yang berisi cerita tentang kisah nyata kehidupan sehari-hari terupdate yang bisa anda baca setiap harinya.

CERITA PENDEK KISAH NYATA

Previous article

ORANG MISTERIUS
CERITA PENDEK ANAK

Next article

AMRAN DAN MIMPI